Tahukah Anda bahwa malaikat mendo'akan kebaikan bagi orang yang mendo'akan saudaranya?


    Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :
    “Do’a seorang muslim untuk saudaranya ketika saudaranya tidak mengetahuinya adalah do’a yang mustajab (terkabulkan). Di sisinya ada malaikat yang bertugas (mengaminkan do'anya untuk saudaranya). Setiap kali dia mendo'akan kebaikan untuk saudaranya, malaikat tersebut berkata : Amin, dan engkau akan mendapatkan yang sama dengannya.” [HR. Muslim no. 2733].


    Karenanya, mohon do'akan agar mereka yang terlibat dalam website ini beserta keluarga besarnya, Allah jadikan panjang umur dan bertakwa, diampuni segala dosa, sehat-bahagia hingga akhir usia serta dimudahkan menuju SURGA-Nya. Dengan mendo'akan kami, InsyaaAllah Anda akan mendapat kebaikan yang sama.

    Menggenggam Waktu Meraih Prestasi Diri

    Author: Rudy Romansyah Genre: »
    Rating

    Menggenggam Waktu Meraih Prestasi Diri


    Apakah yang menjadi resep teramat jitu, yang dimiliki para sahabat Nabi SAW
    yang menjadi balatentara Islam ketika itu, sehingga mereka mampu menaklukkan
    dua imperium adidaya, Romawi dan Persia, yang balatentaranya amat kuat dan
    perkasa? Resepnya ternyata tersimpul dari pengakuan penuh kekaguman dari
    seorang anggota dinas intelejen Romawi setelah melakukan kegiatan mata-mata
    di Madinah. Kepada Kaisar Romawi ia mengutarakan kesannya tentang watak kaum
    muslimin, "Ruhbaanun bil-laili, firsaanun binnahaar!" Ya, mereka, kaum


    muslimin itu, kalau malam tak ubahnya seperti rahib, sedangkan kalau siang
    sungguh bagaikan singa!

    Umat Islam ketika itu mampu memadukan dua kekuatan ikhtiar yang
    sungguh luar biasa, sehingga menghasilkan sesuatu yang, subhanallah, sangat
    luar biasa pula. Tubuh dan pikiran seratus persen digunakan untuk
    berikhtiar, bersimbah peluh berkuah keringat. Dikerahkan segenap potensi
    yang telah dititipkan ALLOH Azza wa Jalla, demi teraihnya suatu prestasi
    tertinggi, suatu karya terbaik. Dengan demikian, jadilah ia muslim yang
    unggul, prestatif, dan patut dibanggakan.

    Selain itu, hati pun seratus persen digunakan berikhtiar dengan
    sekuat tenaga untuk ber-taqarrub dan mengejar pertolongan ALLOH, sehingga menjadi hamba yang ridha dan diridhai-Nya. Jadilah ia ahli ibadah yang unggul dan prestatif, kekasih ALLOH Azza wa Jalla, yang akan dikuatkan-Nya manakala ia lemah, yang akan
    dicukupkan-Nya ketika ia dalam kekurangan, yang akan dilapangkan-Nya bila ia
    dalam kesempitan, yang akan ditenteramkan-Nya tatkala ia dilanda gelisah,
    serta akan ditolong dan dibela-Nya sekiranya ia dianiaya dan disakiti.

    Bagi hamba ALLOH yang unggul dalam ibadah kepada-Nya, maka baginya
    ALLOH itu dekat, "...fa innii qariib. Ujiibu da'wataddaa'i idzaa da'aan"
    [Q.S. AI-Baqarah (2): 186]. Aku adalah dekat. Aku mengabulkan orang yang
    berdo'a apabila ia mendo'a kepada-Ku! Bahkan, baginya ALLOH itu teramat
    dekat. "...dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya." [Q.S. Qaf
    (50): 16]

    Gambaran seorang muslim yang unggul dan prestatif memang ibarat
    rahib dalam kualitas ibadahnya dan laksana singa dalam kualitas semangat
    jihadnya. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana caranya untuk menjadi
    seorang pribadi yang unggul? Salah satu kuncinya yang utama adalah kemampuan
    menggenggam waktu. Secara syariat, siang dan malam itu terdiri atas 24 jam.
    Seberapa besar seorang muslim mampu menggunakan waktu yang telah
    disediakan ALLOH tersebut? Dengan kata lain, seberapa mampu seorang muslim
    mampu melakukan percepatan diri?

    Kita ibaratkan dalam sebuah lomba balap sepeda. Ketika pistol
    diletuskan, tampaknya orang yang menjadi juara dalam balap sepeda tersebut
    adalah orang yang dalam detik yang sama bisa mengayuh sepedanya lebih kuat
    dan lebih cepat daripada yang dilakukan oleh orang lain, sehingga dia akan
    melesat mendahului pembalap yang lain karena energi yang dipergunakan dan
    ketepatan gerakannya lebih baik daripada detik yang sama yang dilakukan
    orang lain.

    Artinya, keunggulan itu sangat dekat dengan orang yang paling
    efektif dalam memanfaatkan waktunya. Islam adalah agama yang paling dominan
    mengingatkan kita kepada waktu. ALLOH sendiri berkali-kali bersumpah dalam
    AI-Quran berkaitan dengan waktu. "Wal 'ashri (Demi waktu)," "Wadh dhuha
    (Demi waktu dhuha)." "Wal lail (Demi waktu malam)." "Wan nahar (Demi waktu
    siang)."

    ALLOH pun telah mendisiplinkan kita agar ingat terhadap waktu
    minimal lima kali dalam sehari semalam: Shubuh, Zhuhur, Ashar, Maghrib,
    'Isya. Belum lagi tahajjud pada sepertiga akhir malam dan shalat Dhuha
    ketika matahari terbit sepenggalah. ALLOH mengingatkan kita untuk selalu
    terkontrol dengan waktu yang ada.

    Oleh sebab itu, tampaknya tidaklah perlu bercita-cita yang hebat
    bagi orang-orang yang menganggap remeh waktu karena kunci keunggulan
    seseorang justeru terletak pada bagaimana dia mampu memanfaatkan waktu
    secara lebih baik daripada yang dimanfaatkan oleh orang lain.

    Dua puluh empat jam adalah waktu sehari semalam yang sama
    diberikan kepada setiap orang. Ada yang bisa mengurus dunia. Ada yang mampu
    mengurus perusahaan raksasa. Ada yang bisa mengurus berjuta-juta manusia.
    Akan tetapi, ada juga orang yang selama dua puluh empat jam tersebut
    mengurus diri sendiri saja tidak sanggup. Padahal, jatah waktu yang
    dimilikinya sama.

    Jangan salahkan siapa pun kalau kita tidak merasakan gemilangnya
    hidup ini. Hal pertama yang harus kita curigai adalah bagaimana komitmen
    kita terhadap waktu yang kita jalani ini. Hendaknya selalu melakukan
    evaluasi diri. Kalau kita termasuk orang yang sangat menganggap remeh atas
    berlalunya waktu, tidak merasa kecewa manakala pertambahan waktu tidak
    menjadi saat bagi peningkatan kemampuan diri, maka berarti kita memang akan
    sulit menjadi unggul dalam hidup ini.

    Kita berpacu dengan waktu. Satu desah nafas adalah satu langkah
    menuju maut. Rugi besar kalau kita banyak keinginan, banyak angan-angan,
    banyak harapan, tetapi tidak meningkatkan kemampuan. Padahal setiap detik,
    menit, dan jam adalah peluang bagi peningkatan kemampuan: kemampuan
    keilmuan, kemampuan diri, kemampuan kelapangan dada kemampuan ibadah.
    Barangsiapa yang dalam setiap waktu yang dilaluinya selalu tamak dengan
    upaya meningkatkan kemampuan diri, maka tidak usah heran kalau ALLOH akan
    memberikan yang terbaik bagi diri kita. Insya ALLOH! ALLOH-lah Pemilik
    segala-galanya.

    Akan tetapi, kalau di dalam diri ini tidak ada peningkatan apa
    pun; ibadah tidak semakin khusyuk dan ikhlas, hati tidak semakin bersih,
    ilmu tidak semakin tinggi, kekuatan pun tidak bertambah, maka yang tinggal
    hanyalah angan-angan belaka. Tidak lebih dari itu. Karena, sebetulnya yang
    terlebih penting bukanlah hanya keinginan, melainkan kemampuan -- dan itulah
    yang menjadi jawaban terbaik dalam mengarungi kehidupan ini.

    Waspadalah terhadap waktu. Setiap waktu yang kita lalui harus kita
    perhitungkan dengan secermat-cermatnya. Harus membuahkan peningkatan. Kita
    harus berbuat lebih baik daripada yang dilakukan oleh orang lain. Hendaknya
    kita tidak sekadar bekerja keras saja, tetapi yang jauh lebih baik adalah
    bahwa kita harus bekerja keras dan efektif!

    Banyak orang yang sibuk bekerja tetapi juga sibuk tertinggal,
    sibuk lupa, serta sibuk mencari sesuatu yang seharusnya tidak dia cari
    karena semuanya harus sudah siap. Pendek kata, banyak orang yang tampak
    sibuk, tetapi ternyata tidak efektif. Bukanlah hal seperti ini yang
    diharapkan.

    Ada orang yang duduk di depan meja dengan maksud untuk belajar.
    Belum beberapa detik saja dia duduk, sudah disibukkan dengan mencari
    ballpoint, sibuk mencari buku yang lupa meletakkannya, sibuk menjerang air
    untuk ngopi, sibuk melihat foto si dia yang dipajang di sudut meja. Memang
    dia duduk selama dua jam menghadapi meja, tetapi tidak menghasilkan apa pun.
    Mengapa demikian? Karena, dia tidak efektif.

    Untuk menjadi seorang yang efektif dalam mengatur waktu, kita
    harus adil dalam membaginya. Ada hak belajar, hak membantu orang tua, hak
    ibadah, hak peningkatan kemampuan diri, hak evaluasi, hak istirahat, hak
    rekreasi; semua mesti dibagi dengan adil. Sibuk dan hebatnya belajar,

    misalnya, tetapi tanpa dibarengi dengan istirahat bahkan tanpa diiringi
    dengan mantapnya ibadah kepada ALLOH, itu hanya menunggu waktu yang suatu
    saat akan menjadi bumerang.

    "Fa idzaa faraghta fanshab. Wa ilaa rabbika farghab." [Q.S. Alam
    Nasyrah (94):7-8]. Kunci efektivitas adalah manakala selesai menuntaskan
    suatu urusan, segera bersiaplah untuk mengerjakan urusan lain. Lebih dari
    semua itu adalah bagaimana menjadikan segalanya sebagai ladang amal dalam
    rangka ibadah kepada ALLOH Azza wa Jalla. Karena, bagaimanapun pada akhirnya
    "kepada Tuhanmulah kamu akan kembali" Allaahu Akbar!

    Leave a Reply

    barangsiapa yang beriman kepada Alloh dan hari akhir maka, hendaklah ia berkata baik atau diam

    Followers